Minggu, 30 November 2014

TNI AU dalam sejarah perang kemerdekaan

Sejarah Pesawat pembom pertama R.I dalam perang kemerdekaan

Pagi itu, 19 Juli 1947, hari masih gelap, landasan pangkalan udara Maguwo (sekarang Adisucipto) di Yogyakarta berselimutkan kabut dan embun dingin, tiga pesawat terbang Angkatan Udara RI (AURI) lepas landas menguak keheningan pagi menuju sasaran musuh.  Pesawat pertama, jenis Guntei, dipiloti penerbang Mulyono dengan sasaran mengebom Semarang, pesawat kedua, jenis Churen, diawaki penerbang Sutarjo Sigit memilih Kota Salatiga sebagai sasaran pemboman dan pesawat ketiga, juga jenis Churen dengan pilot Suharnoko Harbani menyasar Kota Ambarawa. 




Bermodalkan pesawat-pesawat sederhana ex-Jepang, tanpa lampu, tanpa peralatan radio dan hanya bisa berkomunikasi antar-pesawat dengan lampu senter, ketiga pesawat tadi berhasil menjatuhkan bom-bom udara di tiga kota yang disasar tadi, suasana menjadi gempar.  Pesawat-pesawat Kitty Hawk AU Belanda tinggal landas memburu pesawat penyusup AURI tadi, namun gagal.  Ketiga pesawat pembom AURI berhasil selamat kembali ke Pangkalan Maguwo.  Inilah operasi pengeboman pertama dari AURI yang baru berusia 1 tahun, dan beberapa pelakunya bahkan masih berstatus kadet penerbang, membuahkan hasil yang membanggakan.  Moral pejuang-pejuang Republik meningkat.
Sepertinya, Operasi Pemboman Ambarawa – Salatiga – Semarang terinspirasi ”Doolittle Raid” , atau ”Serbuan Doolittle” lima tahun sebelumnya, 18 April 1942.  Kala itu, moral Angkatan Bersenjata AS ada di nadir terendah karena Armada AL AS di Pasifik hancur lebur akibat serbuan AL Kekaisaran Jepang di Pangkalan  AL AS Pearl Harbour, Hawaii, 7 Desember 1941.  Untuk membangkitkan moral AB AS, maka Letkol James Doolittle dari AU AS menggelar operasi yang berani dan nekat, yaitu pengeboman Kota Tokyo.  Berkekuatan 16 Pesawat Pembom B-25B Mitchell yang lepas landas dari Kapal Induk USS Hornet, armada udara ini berhasil mengebom Tokyo pada 18 April 1942, hanya 6 bulan sesudah serangan Jepang ke Pearl Harbour.  15 Pesawat B-25 berhasil mendarat di Daratan China, sedang satu pesawat jatuh.   ”Doolittle Raid” sukses besar dan moral tentara AS bangkit kembali.
Memang, selain peran-peran lain dari angkatan udara, seperti: penyergapan, angkut, pengintaian dan pertahanan udara maka ada peran angkatan udara yang amat penting, yaitu operasi pemboman terhadap sasaran-sasaran di darat.  Bila pada  operasi penyergapan biasanya pesawat pemburu mengandalkan senapan mesin dan peluru kendali (rudal) udara ke udara, maka untuk operasi pemboman maka amunisi yang dipanggul adalah rudal  udara – darat dan bom-bom udara, selain juga senapan mesin.
AURI, sejak dibentuk pada 9 April 1946 sudah berkemampuan  operasi pengeboman dari udara.  Kekuatan awal pesawat pembom AURI terdiri dari bomber B-25 Mitchell dan bomber B-26 Invader ex. AU Belanda, keduanya tergabung kedalam Skadron Udara-1 AURI, bermarkas di Pangkalan Udara Cililitan (sekarang Halim Perdanakusuma) Jakarta.    Berbagai operasi keamanan dalam negeri, seperti Operasi penumpasan Republik Maluku Selatan (RMS) di Ambon, penumpasan Pemberontakan PRRI/ Permesta di Padang, Pekanbaru dan Manado, Operasi Penumpasan Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan, bahkan pada Operasi Seroja 1975  di Timor Timur, selalu mengandalkan pesawat pembom TNI-AU jenis B-25 dan B-26 ini.

U-BOAT tercanggih jerman dalam perang dunia II




U-BOAT XX1 -CLASS.

adalah  ..kapal selam rahasia nazi jerman tercanggih pada  masa nya sayang kemunculan produksi pembuatan nya menjelang kekalahan jerman pada perang dunia ke II, jika 2 tahun lebih awal tentu hasil perang akan berbeda.

tipe ini mempunyai tiga varian, sebut saja tipe A,B ,dan C. berikut poto poto yang bisa di lihat




sejarah :


Inggris sungguh beruntung. Perang berhenti sekarang,” ujar Captain Mervyn Wingfield, eks komandan kapal selam AL Inggris selepas memeriksa sebuah U-Boot Type XXI, U-2513 yang menyerah kepada Sekutu, 16 Mei 1945.

Ucapan Wingfield tidaklah berlebihan. Begitu semua kemampuan Type XXI terungkap secara luas, banyak ahli teknologi maritim setuju bahwa U-Boot ini adalah kapal selam sejati pertama dengan segudang terobosan teknologi. Sebelumnya kapal selam atau U-Boot hanya membenamkan diri selama beberapa saat manakala berhadapan dengan situasi darurat, sedangkan U-Boot Type XXI benar-benar berhabitat di bawah air dengan daya luncur yang lebih cepat saat menyelam dibandingkan saat bergerak dipermukaan dan hanya akan keluar ke permukaan hanya untuk mengisi baterai selama tiga sampai lima jam saja. Bila saja mesin perang ini muncul lebih awal, bisa dipastikan jalan cerita pertempuran di Atlantik akan lain.

U-Boot Type XXI sebenarnya lebih tepat apabila disebut sebagai E-Boot (elektroboot atau electric boat), sebab salah satu keunggulan kapal selam ini terletak pada kemampuannya menyimpan energi listrik dalam kapasitas besar sehingga mampu bergerak cepat dan bertahan lebih lama di dalam air. U-Boot type XXI berdesain futuristik dan merevolusi segala jenis kapal selam yang pernah ada dan akan menjadi cikal bakal kapal selam modern.




Konsep Modul

Rancang-bangun Type XXI mulai muncul pada akhir tahun 1942 sebagai solusi atas keinginan Donitz melengkapi mesin perang yang benar-benar baru bagi armada U-Boot nya. Saat itu memang terlihat kalau situasi sudah berbalik arah dan U-Boot tak lagi mendulang banyak sukses seperti tahun 1939-1941. Basis yang dipakai sebagai modal awal pengembangan adalah hasil temuan Profesor Walter. Insinyur sekaligus juga desainer kondang yang sejak awal era 1930-an telah mengerjakan sejumlah proyek pengembangan kapal selam. Beberapa hasil karya Walter yang memancing perhatian Donitz di antaranya adalah inovasi di bidang desain lambung serta revolusi pada sistem propulsi kapal selam dengan menggunakan hidrogen peroksida.

Agar menghemat waktu pembuatan, pemilihan lambung Type XXI merujuk pada desain lambung U-Boot yang telah dibuat Walter, yaitu Type XVIII. Donitz menyetujui usul ini dan memberikan lampu hijau pembangunan Type XXI pada 20 Agustus 1943.

Ada tiga galangan kapal Jerman yang terlibat dalam program ini dan secara serentak mereka menghentikan produksi U-Boot lawas serta mengalihkannya untuk pembangunan Type XXI. Masing-masing adalah galangan kapal Blohm & Voss di Hamburg, AG Wese, Bremen, dan F Schicau GmbH di Danzig. Type XXI pertama rampung dibangun dan diluncurkan dari galangan kapal Blohm & Voss pada tanggal 19 April 1944.

Bila dihitung, hanya dibutuhkan waktu kurang dari setahun untuk membangun sebuah U-Boot yang benar-benar baru. Ini adalah sebuah prestasi. Apalagi pekerjaan dilakukan di tengah gencarnya Sekutu melakukan pengeboman udara siang dan malam ke target-target strategis di seantero Jerman. Kendala ini bisa diatasi dengan menciptakan sistem produksi moduler. Pada penerapannya, kapal dibagi menjadi sepuluh modul. Setiap modul dikerjakan di tempat-tempat yang berbeda. Beruntung, Jerman memiliki jaringan transportasi air yang cukup rapi sehingga cukup mendukung pemindahan bagian-bagian kapal selam menuju area assembling. Selain sebagai upaya untuk menghindari target pengeboman Sekutu, sistem pembangunan model seperti ini juga mampu menghemat kebutuhan tenaga kerja. Sebagai gambarannya, untuk membangun sebuah U-Boot lawas Type XB dibutuhkan angka 460.000 man-hours, sedangkan pada Type XXI angka tadi bisa ditekan sampai 300.000 man-hours.

Walaupun demikian, proses produksi yang dijabarkan di atas tak sepenuhmya berjalan mulus. Saat diterapkan, kerap terjadi antara satu bagian dan bagian yang lain terjadi ketidak- cocokan. Hal ini masih dipersulit dengan keterlambatan pasokan komponen-komponen vital. Akibat pengeboman udara Sekutu yang makin hebat, sejumlah Type XXI yang siap diluncurkan rusak sehingga membutuhkan perbaikan. Sebagai contoh, antara Dsesember 1944 sampai Mei 1945 sedikitnya ada tujuh belas unit Type XXI siap pakai yang mengalami kerusakan akibat kejatuhan bom-bom Sekutu.




Serba baru

Terlepas dari masalah yang dihadapi dalam proses produksi, semua yang berhubungan dengan Type XXI tergolong serba baru. Mulai dari sosok, kemampuan, sampai teknologinya. Lambung dibuat streamline sehingga kapal mampu optimal beroperasi di bawah permukan laut. Tak ada lagi yang namanya meriam dek. Sebagai gantinya, kapal dibekali dengan sepasang kubah kanon kembar kaliber 20 mm. Bukannya dibiarkan telanjang, senjata antipesawat ini dikemas rapi dalam kubah yang tertanam di setiap anjungan.

Guna mendukung kelincahan manuver di bawah air, tiang-tiang seperti schnorchel, radar, radio, ataupun periskop disembunyikan ke dalam struktur manakala tak digunakan. Hal serupa juga berlaku pada dua sirip (hydroplane) yang terdapat di haluan. Selain itu, anjungan Type XXI tak dibiarkan terbuka. Sebagai gantinya pada bagian atas dipasang tiga bukaan. Masing-masing dipakai oleh seorang perwira pengamat dan dua orang pembantunya.

Bergeser ke bagian dalam kapal, secara garis besar Type XXI terbagi menjadi delapan bagian. Dek bagian atas punya jarak rentang lebih panjang ketimbang dek bawah. Soal fasilitas bagi para awak terasa lebih manusiawi ketimbang U-Boat lainnya. Bagian dalam kabin Type XXI dilengkapi dengan alat penondisian udara serta kamar mandi. Sekadar tambahan info pada U-Boat tipe lawas, biasanya para awak bisa berminggu-minggu tak mandi saat melaksanakan tugasnya.

Seperti biasa, dek bagian bawah dihuni oleh sejumlah komponen, termasuk baterai yang berjumlah 372 sel. Jumlah ini lebih banyak jika dibandingkan dengan Type IX yang hanya dibekali 124 sel. Berbekal baterai-baterai tadi, maka saat berada di bawah permukaan laut, Type XXI biasa diajak melesat sampai kecepatan 16 knot. Namun, bila kecepatan tadi dipertahankan pada angka lima knot, ini artinya kapal bisa bertahan lebih dari 72 jam di bawah air. Seluruh lambung kapal selanjutnya dibungkus lembaran metal yang merupakan campuran baja dan alumunium alloy dengan ketebalan sekitar satu inci. Berbekal bodi yang kokoh maka Type XXI sanggung diajak menyelam sampai kedalaman 280 m. ini artiya Type XXI menjadi satu-satunya kapal selam Jerman PD II yang sanggup menembus batas keramat kedalaman selam, yaitu 200 m.

Keunggulan kecepatan gerak di bawah air juga membawa hikmah tersendiri. Semasa PD II, kemampuan perangkat sonar milik Sekutu hanya mampu mendeteksi kapal selam lawan yang bergerak di bawah kecepatan 13 knot. Itu pun bergantung pada kondisi keadaan cuaca. Makin buruk cuaca, semakin buruk sensitivitas sonar dan ini artinya Type XXI makin leluasa untuk menerkam mangsanya.

Kesaktian beroperasi di bawah permukaan air juga tak bisa lepas dari kehadiran fasilitas baru dari bagian sumber tenaga. Selain memiliki sepasang mesin diesel dan elektrik, Type XXI juga memiliki creep elektrik motor. Sumber tenaga senyap ini bekerja dengan menggunakan tali kipas berbahan karet sehingga mampu menekan tingkat kebisingan. Memang secara teknis, mesin senyap itu memiliki sejumlah keterbatasan. Oleh karena itu, mesin hanya dipakai pada kondisi-kondisi tertentu saja.

Kategori baru pun menyentuh perangkat elektronik ataupun bagian senjata utama U-Boot, yaitu torpedo. Salah satu perangkat elektronik yang cukup menyita perhatian adalah kehadiran Nibelung Sonar. Muncul sekitar Oktober 1944, perangkat ini mampu memasok data target secara lebih rinci. Sebut saja mulai dari jarak, arah, sampai kecepatan dan ini bisa dilakukan untuk pendeteksian beberapa target sekaligus. Tak hanya itu, sebulan sebelum Berlin jatuh, varian Nibelung Sonar yang lebih maju bahkan bisa dipakai untuk membedakan target kapal perang jenis destroyer atau kapal pengangkut barang.

Masih tetap mengandalkan torpedo kaliber 533 mm, keunggulan baru pertama Type XXI terletak pada kapasitas angkut torpedo yang mencapai 24 unit. Bandingkan dengan Type VIIC yang hanya sanggup membawa 14 torpedo sejenis. Jumlah torpedo yang banyak ini masih didukung oleh adanya sistem hidrolik baru bagi pengisian ulang torpedo. Secara teknis, Type XXI sanggup menembakkan enam torpedo secara salvo dan berbekal sistem pengisian baru maka dalam waktu dua puluh menit, kapal ini mampu melontarkan 18 torpedo.

Kriegsmarine berencana mengoperasikan sedikitnya 120 Type XXI sebelum akhirnya Berlin Jatuh. Dari jumlah itu, dua di antaranya, yaitu U-2511 dan U-3008 sempat digelar dalam operasi militer sungguhan, sementara sisanya diungsikan ke Norwegia dan berakhir di tangan Sekutu. Selanjutnya, Sekutu memanfaatkan keunggulan Type XXI bagi pembuatan kapal selamnya. Amerika, misalnya, menyomot teknologi Type XXI untuk membangun kapal selam kelas Guppy. Sementara Soviet menggunakannya untuk dasar pengembangan kapal selam kelas Whiskey. yang kelak  akan dibeli oleh pemerintah indonesia pada tahun 1960 era soekarno kelak.



Sabtu, 29 November 2014

Indonesia dengan Kapal Selam


Kapal selam adalah satu satunya alat tempur yang masih sangat di takuti hingga saat ini, hal ini bermula sejak perang dunia II dengan jerman sebagai negara pembuat kapal selem U-BOAT dan berbagai tipe setelah nya hingga kini semua kapal selem di juluki si pembunuh kesepian negara negara pembuat kapal selem terbaik di dunia sebut saja Jerman,Amerika, dan Rusia  sebagai pioner pembuat kapal selam di dunia hingga saat ini.


Last warrior silent killer 3  whiskey class sebelum di pensiunkan



KS pasopati dalam  kenangan:

KS pasopati pertama kali  bertugas pada operasi Alugoro di sebuah pantai utara irian jaya pada juli tgl 28 tahun 1962 yang merupakan bagian dari komando operasi trikora pembebasan irian jaya dari belanda. enam buah dari dua belas unit kapal selem milik TNI AL pada masa itu di tugaskan semua ke gugus tugas komanda laut dengan tugas utama menenggelamkan kapal perang atau kapal suplay belanda.

senjata utama yaitu Torpedo SAET-50 buatan Rusia,pada masa nya torpedo ini merupakan torpedo kelas wahid dan mempunyai efek deterent yang tinggi,pada awal nya di targetkan untuk menghantam Kapal Perang Karel Dorman punya Belanda pada masa pembebasan irian jaya tahun 1960 an. hal ini cukup menakutkan bagi Belanda  pada saat itu, dengan hulu ledak 375kg dan teknologi homing akustik pasif bisa menjejak kapal laut atau kapal selem dari  jarak 600-1000 meter.

Torpedo SAET-50  adalah tipe torpedo yang dapat mencari 'mangsa' sendiri dengan menelusuri sumber suara baling baling kapal, atau jika di bandingkan dengan pesawat tempur atau rudal yang bekerja dengan memburu panas pada mesin pesawat.

dengan panjang 76,6 meter,lebar 6.30m bisa melaju dengan kecepatan 18.3knot diatas laut permukaan dan 13,6 kno di dalam laut.dengan berat penuh 1.300 ton dan kosong 1.050, kemampuan jelajah 8.500 mil laut baterai 224 unit , bahan bakar diesel dan awak 63 orang




1960 hingga saat ini :

Di awal dekade 1960-an, armada 12 kapal selam Indonesia memicu efek gentar luar biasa pada negara-negara tetangga.  Kapal – kapal selam ALRI kelas Whiskey buatan Uni Sovyet tadi berani menyusup sampai perairan Darwin di wilayah Utara Daratan Australia dan membuang berbagai sampah kapal guna unjuk gigi kepada kekuat-an pertahanan Australia bahwa, bila mau, kapal-kapal selam Indonesia bisa menenggelamkan kapal kapal perang atas air AL Australia di wilayah perairannya sendiri.
Kapal selam Indonesia juga kerap “nyelonong”masuk ke perairan pelabuhan Singapura,”jual tampang”, lalu menyelam kembali dan “kabur”tanpa terdeteksi. Armada Kapal Perang Inggris, yang dipimpin Kapal Induk HMS Victorious, yang lewat di Selat Lombok, September 1964, sempat dibuat was-was ketika tahu bahwa konvoi armada mereka diawasi kapal selam ALRI, RI Alugoro, dipotret dari bawah air, dan kapal selam ALRI tadi tiba-tiba muncul ke permukaan lalu mengirim pesan morse: “Bon Voyage”.  Awak armada kapal perang Inggris tadi gempar. Bayangkan, bila bidikan kamera foto diganti dengan torpedo maka kapal induk Inggris tadi sudah terkubur menghuni dasar Selat Lombok. 
Sejak Perang Dunia II hingga sekarang, kapal selam menjadi satu satunya senjata bawah air yang mematikan dan paling sulit di deteksi.  Ia dijuluki:”The Silent Killer “. Pada Perang Dunia II saja (1942-1945) tercatat dua kapal induk, sepuluh kapal penjelajah dan sepuluh kapal perusak milik Sekutu berhasil ditenggelamkan oleh torpedo-torpedo kapal selam Jerman, U-Boat, di Samudera Atlantik.
ALRI mulai diperkuat kapal selam pada tahun 1959.  Dalam rangka persiapan Operasi Trikora Pembebasan Irian Barat,1961-1963, jumlah kapal selam ALRI mening-kat menjadi 12 buah, siap memburu dan menenggelamkan kapal induk Belanda bernama Karel Doorman. Kapal-Kapal Selam ALRI juga berhasil menyusupkan pasukan komando RPKAD ke daratan Irian, disekitar Sentani dekat Hollandia, sekarang Jayapura. Berkat dukungan kekuatan ALRI dan AURI maka akhirnya Belanda mau di paksa duduk di meja perundingan. Pada tahun 1963, Irian Barat berhasil kembali kepangkuan Ibu Pertiwi melalui jalan damai ditengahi PBB.

panser dan tank TNI AD


tank Leopard, tank Marder, panser Tarantula dan panser Anoa yang memperkuat Korps Kavaleri TNI AD, menjadi berita di media, karena satuan kavaleri, yang memiliki motto Tri Daya Cakti, yaitu daya tembak, daya gerak, dan daya kejut, dengan kekuatan tank dan panser, bisa muncul secara tiba-tiba di saat genting.



















Kehadiran tank Leopard, tank Marder, panser Tarantula dan panser Anoa yang memperkuat Korps Kavaleri TNI AD, terus menjadi berita di media. Tidak heran, karena satuan kavaleri, yang memiliki motto Tri Daya Cakti, yaitu daya tembak, daya gerak, dan daya kejut, dengan kekuatan tank dan panser, bisa muncul secara tiba-tiba di saat genting. Coba perhatikan di setiap ada krisis, apakah itu di Ukraina, di Kairo, di Bangkok, ataupun di Beijing; juga saat peristiwa Tiananmen, pasti di situ ada tank dan panser mengawal ibukota negara-negara tadi.

Tidak terkecuali pula di Indonesia.  Di saat suasana genting Jakarta, 1 Oktober 1965, di mana tidak ada kabar keberadaan para pimpinan Angkatan Darat yang diculik gerombolan Gerakan 30 September, maka perintah pertama Pangdam Jaya kala itu, Mayjen Umar Wirahadikusumah, adalah “Tutup Jakarta!” Segera panser-panser Kavaleri TNI AD memblokade pintu-pintu masuk ibukota, antara lain di Jalan Raya Jakarta-Bogor.
Tahun 1976, Lettu Kav Abu Hussein, komandan satuan tank Batalyon Kavaleri di Bandung mendapat perintah mendadak untuk membawa tank-tank AMX-13 guna bergabung dalam Operasi Seroja ke Timor-Timur.  
Segera ia mengerahkan tank-tanknya, membawanya ke Stasiun Kereta Api Bandung untuk diangkut KA menuju Pelabuhan Tanjung Priok guna embarkasi kapal menuju Dili, Timor Timur. Saking sibuknya, Lettu Abu Hussein lupa meminta clearance dari penguasa militer di Ibukota Jakarta. Di tengah jalan ia dicegat satuan-satuan ke-amanan dan ia harus menerangkan alasan  pergerakan tank-tank AMX-13 dari Bandung menuju Jakarta tanpa izin karena ini bisa dipersepsikan sebagai upaya kudeta militer karena ada tank-tank tempur masuk ibukota. Alhamdullilah, semua bisa diterangkan secara meyakinkan.

Tentu, kita masih ingat adanya pe-ngerahan tank dan panser di lapangan Monas-Jakarta, dalam suatu apel yang dipimpin Panglima Kostrad Letjen Ryamizard Ryacudu, 22 Juli 2001, 

Sejarah juga mencatat bahwa di setiap suasana genting Jakarta, panser-panser Kavaleri TNI AD selalu hadir mengawal ibukota, misalnya saat pergantian pemerintahan dari Orde Lama ke Orde Baru, 1966-1967. Juga saat peristiwa Malari, 15 Januari 1974, dan  yang terakhir adalah saat huru-hara Mei 1998, yang berujung pada lengsernya Presiden Soeharto dan dimulainya era reformasi. 

Perbedaan tank dan panser ada pada rodanya. Tank adalah kendaraan lapis baja beroda rantai, sedang panser merupakan kendaraan lapis baja beroda ban. Peran tank lebih pada pertempuran di hutan-gunung, sedang panser lebih banyak terlibat di perang kota, utamanya untuk tugas angkut pasukan.

Begitu Belanda mengakui kedaulatan RI, pasca Konperensi Meja Bundar di Den Haag (1949), secara bertahap Angkatan Perang Kerajaan Belanda meninggalkan Indonesia. Peralatan perang ex Belanda lalu diserahkan kepada Angkatan Perang RI, termasuk persenjataan tank dan panser.  Bermodalkan tank dan panser ex Belanda tadi maka Korps Kavaleri TNI AD dibentuk pada 1950 dan mulai dilibatkan dalam berbagai operasi militer di Sumatera Barat, Jawa Barat, dan Sulawesi.

Panser-panser ex Belanda, antara lain dihimpun ke dalam satu batalyon panser, yaitu Batalyon Kavaleri-I Panser/Tentara Territorium III-Siliwangi bermarkas di Desa Purabaya, dekat Padalarang, Jawa Barat. Pada kurun 1958-1959, Batalyon Panser ini dilibatkan dalam Operasi Militer menghadapi pemberontakan DI/TII Kartosuwiryo di Jawa Barat, antara lain bertugas mengamankan jalan raya Bandung – Cianjur.  

Selasa, 25 November 2014

Sejarah Kapal Selam Jerman di Asia Tenggara pada PD II

Setelah pecahnya Perang Dunia II tahun 1939, satuan U-boat Jerman langsung menjadi ancaman utama perdagangan internasional yang saat itu mengandalkan samudera sebagai sarana transportasinya. Para pelaut yang berlayar dari Penang ke arah barat selalu was-was kalau-kalau di jalan mereka kena apes bertemu dengan "Wolf Pack" Jerman. Berita tentang hal ini langsung menyebar dan ancaman U-boat telah menjadi legenda bagi orang Melayu sendiri, yang menyebut U-boat dengan sebutan "Kapal Yu/Hiu" (Shark Boat).


 Ketika Jepang menyerang Semenanjung Malaya, Inggris buru-buru mengungsikan pasukannya dan meninggalkan rakyat Malaka di bawah belas kasihan bangsa Dai Nippon (Desember 1941-1945). Bagi kebanyakan rakyat Melayu saat itu, Jepang dipandang sebagai penjajah baru yang lebih kejam dari Inggris, dan Jerman adalah sekutunya yang paling utama. Tapi Reich Hitler dan Perang Eropa dirasa begitu jauhnya di tanah seberang. Diam-diam Kriegsmarine (Angkatan Laut Jerman) mendirikan pangkalan bagi pasukan kapal selamnya (u-boat) di Penang untuk memudahkan patroli di perairan sekitar situ sekaligus sebagai basis pengangkutan bahan-bahan industri yang sangat dibutuhkan Berlin. Kerahasiaan tempatnya begitu terjaga, sehingga bahkan hanya sedikit saja penduduk lokal yang mengetahui keberadaannya!


Selama Perang Dunia II, Penang berfungsi sebagai pangkalan utama Jepang dan Jerman di Timur Jauh sekaligus menjadi "pengganggu" utama jalur perdagangan dan komunikasi Sekutu yang melintasi samudera Hindia/Indonesia.

Pada bulan Februari 1942, Jepang secara resmi menjadikan Penang sebagai tempat berkumpul pasukan kapal selamnya, dengan di bawah komando langsung Laksamana Uzuki. Kapal selam Jepang yang akan menuju Eropa sudah pasti mengisi bahan bakarnya sekaligus berangkat dari pelabuhan ini.

Pada awal tahun 1943, U-boat Jerman mulai beroperasi di Samudera Hindia. Pada akhir tahun tersebut pula, Angkatan Laut Jerman memutuskan untuk menggunakan Penang sebagai pangkalan bagi satuan kapal selamnya di Asia Tenggara, sama seperti Jepang. Dennis Gunton, yang telah mengarang buku "The Penang Submarines" (1970) memberi tanda bahwa ini adalah "satu-satunya contoh mengenai kerjasama operasional yang sebenarnya antara Jerman dengan Jepang dalam Perang Dunia II."

Dari sejak bulan November 1942 sebenarnya Jerman telah merasa perlunya membangun pangkalan Angkatan Laut di pelabuhan-pelabuhan yang dikuasai Jepang. Penggagas utama hal ini adalah atase militer Jerman di Tokyo, Laksamana Paul Wennecker. Jerman telah menegosiasikan pula dengan Jepang mengenai bolehnya mereka mensuplai dan memperbaiki u-boat yang rusak di Semenanjung Malaya. Pada bulan Desember, diputuskanlah Penang sebagai pangkalan kapal selam, sementara Singapura menjadi pusat perbaikan dan suplai.

Pada bulan April 1943, U-178 dikirim ke Penang untuk mempersiapkan pembangunan pangkalan yang dimaksud. Tapi kemudian U-boat pertama yang berlabuh di Penang pada tanggal 15 Juli 1943 justru adalah U-511 yang dikapteni oleh Fritz Schneewind. Ini adalah satu dari dua kapal selam yang dipersembahkan Jerman kepada Jepang untuk keperluan... penyontekan! Maksudnya, Jepang ingin membuat kapal selam yang lebih tangguh dari yang sudah dia punyai, dan sebagai bahan risetnya apalagi kalau bukan kapal selam dari negara yang dikenal paling top markotop dalam hal ini: Jerman.

Ketika kapal selamnya melanjutkan perjalanan ke Kobe, Schneewind sendiri tetap tinggal di Penang sebagai perwira senior sementara di sana.

U-178 akhirnya tiba di Penang di akhir Agustus 1943 setelah 152 hari menghabiskan perjalanan di lautan! Komandannya, Kapitänleutnant Wilhelm Dommes sang jagoan u-boat peraih Ritterkreuz, menggantikan Schneewind sebagai kepala operasi U-boat Jerman di Penang dengan fasilitas pendukung di Singapura, Jakarta, Surabaya dan Kobe. Dia ditugaskan untuk mempersiapkan pembentukan Monsumboote - unit U-boat yang beroperasi di Timur Jauh dan Samudera Hindia.

Gelombang pertama dari 11 'Kapal-kapal selam Monsun' berangkat ke Penang dari pangkalan-pangkalan Jerman di Norwegia, Prancis dan Jerman bulan Juni-Juli 1943. Hanya 4 yang sampai di Penang, Oktober-November 1943. Mereka adalah U-188 (dikomandani Kapitänleutnant Siegfried Lüdden), U-168 (dikomandani Kapitänleutnant Helmuth Pich), U-532 (dikomandani Fregattenkapitän Ottoheinrich Junker), dan U-183 (dikomandani Korvettenkapitän Heinrich Schäfer). Karena kelelahan berat setelah perjalanan yang amit-amit panjangnya, Schäfer digantikan oleh Schneewind sebagai komandan U-183.

Ukuran dari Flotilla Penang ini sendiri tidak pernah melebihi lima kapal dalam satu waktu. Bukan karena terbatasnya U-boat, melainkan karena ukuran pangkalannya sendiri yang memang hanya mampu memuat segitu. Dari permulaan, pihak Jerman telah menemui banyak hambatan. Kerjasama dengan mitranya Jepang sangat dipersulit oleh miskomunikasi yang sering terjadi. Bayangkan saja, komandan kapal selam Jepang disana berpangkat Laksamana, sedangkan komandan kapal selam Jerman jauuh di bawahnya: Kapitänleutnant! Sebenarnya pengganti Dommes sendiri telah dipersiapkan, yaitu Kapitänleutnant Herbert Kuppisch. Tapi kemudian Kuppisch dan kapalnya tenggelam di samudera Atlantik sehingga terpaksa jabatan Dommes diperpanjang.

Bulan Maret 1943, Korvettenkapitän Wolfgang Erhardt ditunjuk sebagai komandan semua pangkalan Kriegsmarine di Malaya dan Singapura, dengan berkantor di Singapura. Pada bulan April 1943, Instalasi Jerman di Penang (Stützpunkt Paul) kedatangan komandannya yang baru, yaitu Kapitänleutnant Konrad Hoppe. Januari 1944 posisi Hoppe digantikan oleh Dr. Hermann Kandeler. Tugas sebagai komandan ini mendapat bantuan dari Kapitänleutnant Waldemar Grützmacher, yang menjabat sebagai ajudan bagi setiap komandan pangkalan dari Oktober 1942 sampai dengan akhir perang.

Dommes mengisi pos sebagai komandan Flotilla secara de facto di Penang dari bulan Maret 1944. Bulan Desember, dia ditunjuk sebagai Chef im Südraum dan memegang kontrol semua pangkalan Kriegsmarine di 'wilayah Selatan' (markas besarnya, seperti biasa, di Singapura). Pangkatnya kemudian naik menjadi Fregattenkapitän di bulan Januari 1945.

Mengenai jabatannya ini, Lawrence Paterson (pengarang buku "Hitler's Grey Wolves: U-boats in the Indian Ocean" terbitan tahun 2004) menulis:

"Meskipun nama jabatannya begitu mentereng tapi tetap saja peran utama dipegang oleh Laksamana Wenneker, sehingga tidak jarang terjadi perbedaan kepentingan di antara kedua orang ini. Akibatnya, terjadi dualisme kepemimpinan dan perintah yang kadang tidak sinkron. Yang menderita tentu saja para prajurit di level bawah. Kurangnya stok perwira tinggi lapangan yang ahli dalam masalah strategi U-boat di Timur Jauh memberi pengaruh yang merugikan bagi Dommes dan juga bagi hubungannya dengan pejabat-pejabat Jepang yang berwenang."

Pada bulan Februari 1944 U-178 meninggalkan Penang menuju Eropa. Di lain pihak, empat lagi kapal selam Jerman yang akan menjadi 'Grup Monsun Kedua' telah berangkat dari pelabuhannya di Eropa akhir tahun 1943 menuju Asia Tenggara. Tiga dari mereka tidak pernah sampai di tujuan karena menjadi korban dari meningkatnya kekuatan udara Amerika di samudera Pasifik dan Atlantik. Satu-satunya U-boat yang berhasil mencapai Penang adalah U-510 (tipe IXC, berat 1.120 ton jarak jangkau 13.000 mil) dengan komandannya Kapitänleutnant Alfred Eick. Kapal selam ini langsung berlabuh di dok Swettenham bulan April 1944. Eick yang perkasa telah berhasil menenggelamkan lima buah kapal di Samudera Hindia dalam perjalanannya menuju Penang!

Selain menjadi pangkalan U-boat Jerman, Penang juga menjadi tempat berlabuh tiga buah UIT (kapal selam buatan Italia). Ketiganya adalah bekas kapal selam Angkatan Laut Italia yang dialihfungsikan oleh Jerman tanggal 10 September 1943 tak lama setelah menyerahnya Italia ke tangan Sekutu. Karena kemampuannya yang memang kalah jauh dibandingkan dengan U-boat Jerman sendiri, maka kebanyakan kapal-kapal ini digunakan hanya untuk keperluan transportasi barang-barang keperluan perang. Di bawah komando Oberleutnant zur See Werner Striegler, UIT-23 (ex-Giuliani) berangkat ke Eropa via Penang bulan Februari 1944. Baru saja keluar dari pelabuhan, Striegler kena sial dan ditorpedo oleh H.M.S. Tallyhosehingga tenggelam di Selat Malaka.

Krunya yang masih selamat dikirim kembali ke Penang dengan menaiki pesawat amfibi bermesin tunggal Arado Ar 196 yang dikirim untuk mencari mereka. Tercatat 26 awak kapal selam yang tewas dan 14 sisanya selamat dalam peristiwa ini. Ketika menerima permintaan tolong dari UIT-23, pangkalan Penang langsung mengirimkan tiga pesawat: dua Arado 196 yang diambil dari kapal dagang Jerman dan satu pesawat amfibi Reishiki buatan Jepang yang diterbangkan pilot Jerman dari pangkalan udara Kerajaan Jepang di Glugor.

Pada tahun-tahun akhir perang, tujuan kehadiran U-boat Jerman di semenanjung Malaya bukan lagi untuk bertempur melainkan hanya untuk transportasi, patroli dan pertahanan diri saja. Mereka menjadi kapal-kapal pengangkut yang bolak-balik Eropa-Asia dengan membawa bahan-bahan perang yang sangat dibutuhkan Jerman seperti karet, seng, tungsten dan pil kina. U-boat yang masih operasional dipaksa untuk menjadi kapal kargo sehingga kehilangan efektifitas tempurnya. Dengan dikomandani oleh jago U-boat Kapitänleutnant Lüdden, U-188 (salah satu dari kloter pertama Grup Monsun yang berpangkalan di Penang) adalah salah satu dari sedikit saja U-boat yang berhasil menjalankan misi transportasi jarak jauh yang dibebankan kepadanya. Mereka mensesaki ruang yang masih tersisa di kapalnya dengan lebih dari 100 ton seng dan material lainnya di Singapura dan kemudian membawanya ke pangkalan Jerman di Prancis.

Tiga kesulitan utama dihadapi Jerman dalam mengoperasikan pangkalannya di Penang ini. Ancaman utama datang dari kekuatan anti kapal selam Sekutu yang makin meningkat saja dari waktu ke waktu. Kini Samudera Hindia bukan hanya berbahaya untuk kapal dagang Sekutu saja, melainkan untuk kapal selam Jepang dan Jerman pun sama pula.

Kesulitan kedua terletak dalam hal kurangnya persediaan material dan juga manusia. Pelumas, bahan bakar, baling-baling, poros mesin, peralatan listrik, torpedo, pompa dan perlengkapan diesel - semuanya harus didatangkan langsung dari Jerman melalui, apa lagi kalau bukan U-boat. Dua bengkel perbaikan di dok Swettenham tak mampu mengimbangi besarnya permintaan dan tugas yang dibebankan terhadap mereka demi menjamin tetap mulus dan bekerjanya peralatan modern yang terdapat di U-boat Jerman.

Akhirnya, kurangnya operasi pengintaian udara rutin dan patroli kapal-kapal anti kapal selam terbukti memberi akibat yang fatal. Jerman hanya mempunyai tiga buah pesawat saja dan tanpa kapal laut, sedangkan Jepang gagal mengorganisasikan tugas pengintaian udara yang semestinya dilakukannya. Dua kapal selam Jepang dan dua lagi dari Jerman menjadi korban karena kurangnya perhatian akan hal ini.

Di bulan Maret 1944, kondisi kurangnya torpedo cadangan telah membuat Wilhelm Dommes begitu stresnya. U-1062 dengan komandan Oberleutnant zur See Karl Albrecht telah memberi nafas untuk sementara ketika dia tiba dari Eropa dengan membawa 39 buah torpedo yang diidamkan. Albrecht balik kembali ke Benua Biru dengan sarat membawa karet, seng dan tungsten. Dalam perjalanan dia dipergoki Sekutu sehingga tenggelam bersama dengan seluruh awaknya.

Empat lagi U-boat tiba di Penang medio Agustus-September 1944. Mereka adalah U-181 (Fregattenkapitän Kurt Freiwald), U-196 (Korvettenkapitän Eitel-Friedrich Kentrat), U-861 (Kapitänleutnant Jürgen Oesten), dan U-862 (Kapitänleutnant Heinrich Timm). Diberitakan bahwa kedatangan U-862 tanggal 9 September 1944 disambut secara besar-besaran dengan dihadiri langsung oleh Kapitänleutnant Wilhelm Dommes dan Laksamana Madya Uozumi Jisaku bersama dengan stafnya. Tidak ketinggalan orkes tanjidor eh sebuah marching band yang nongkrong sambil memainkan lagu kebangsaan Jepang dan Jerman.

U-852 ditangkap Sekutu bulan Mei 1944 dalam perjalanannya ke Penang untuk bergabung dengan Flotilla Monsun. Komandannya, Kapitänleutnant Heinz Eck, yang dituduh telah dengan tanpa perasaan menembaki para awak yang selamat dari kapal uap Yunani Peleus, menjadi satu-satunya kapten U-boat yang masuk pengadilan militer atas tuduhan sebagai penjahat perang dalam Perang Dunia II!

U-862 adalah U-boat Jerman terakhir yang masih operasional yang meninggalkan Eropa dan mencapai Penang. Di bawah komandan Kapitänleutnant Heinrich Timm, kapal ini melakukan perjalanan dengan cepat dan mulus tanpa hambatan. Berangkat dari pangkalannya di Eropa bulan Juni 1944, U-862 berhasil bergabung dengan U-boat lainnya di Penang tanggal 9 September 1944 setelah sebelumnya menenggelamkan tiga buah kapal dagang dan satu kapal pengangkut amunisi Sekutu hanya dalam waktu enam hari di Selat Mozambik! Dia juga tercatat dalam buku primbon sebagai satu-satunya U-boat yang beroperasi di perairan Australia, ketika pada bulan Desember 1944 berhasil menenggelamkan sebuah kapal uap Amerika berbobot 7.180 ton di lepas pantai benua tersebut.

Banyak U-boat yang diberangkatkan ke Timur Jauh tidak pernah sampai ke tujuannya: Satu di antaranya tenggelam hanya 10 mil sebelum mencapai pantai Penang. U-859 yang sedang menuju Penang dengan santai muncul ke permukaan di tengah hari tanggal 23 September 1944, untuk menunggu pertemuan dengan kapal pengawal Jepang yang sedianya akan muncul. Sebelumnya pihak berwenang Jepang telah memperingatkan Kapitänleutnant Johann Jebsen bahwa ada kabar kalau kapal selam Inggris diketahui berada di sekitar situ, hanya saja tidak berhasil terdeteksi oleh kapal patroli yang disebarkan Jepang. Kenyataannya, tanpa diduga sebelumnya, kapal selam yang dicari-cari itu (H.M. Trenchant) tiba-tiba menghantam U-859 dengan torpedo. Setelah dipastikan mangsanya hancur dan tenggelam, Trenchant muncul ke permukaan dan mengambil 11 orang awak U-boat Jerman yang berhasil selamat (beberapa di antaranya berhasil melakukan usaha penyelamatan luar biasa dari kabin kapal yang sedang meluncur ke dasar laut!). Beberapa lainnya terlihat berpegangan di puing-puing kapal yang mengambang, hanya saja Trenchant terpaksa meninggalkannya karena mendeteksi datangnya bala bantuan kapal dan pesawat Jepang yang mendekat. 20 orang selamat, sedangkan 47 orang hilang termasuk komandannya.

Adalah sebuah keberuntungan ketika U-861 tiba di Penang tanggal 22 September, sehari sebelum U-859. Di bawah komandan Kapitänleutnant Jürgen Oesten, dia adalah salah satu dari hanya sedikit saja U-boat yang berhasil mengadakan perjalanan bolak-balik Eropa-Penang tanpa pernah tersentuh!

Perairan di sekitar Penang dan Selat Malaka tetap menjadi wilayah yang "mengerikan" karena menjadi ajang utama penenggelaman kapal-kapal yang melintas, utamanya dilakukan oleh kapal-kapal selam Sekutu. Begitu parahnya ancaman di sekitar tempat ini, sehingga pada bulan Januari 1945 jalur Singapura-Rangoon ditutup. jalur Selat Selatan menuju Penang yang sempit dan lebih mendatangkan kesulitan ditanami ranjau oleh pihak Axis dan mereka lebih memilih menggunakan Jalur Selat Utara dimana secara rutin kapal-kapal Jepang mengadakan patroli.

U-843 (Kapitänleutnant Oskar Herwartz) meninggalkan Eropa bulan Februari 1944. Meskipun sempat menderita kerusakan setelah diserang pesawat patroli Sekutu di Atlantik, tapi dia berhasil mencapai Penang bulan Mei 1944. Pada tanggal 1 Desember 1944, dia adalah U-boat Jerman terakhir yang menyelinap keluar dari Dok Swettenham.

Semua kapal selam, baik kepunyaan Jerman maupun Jepang, diperintah untuk meninggalkan Penang. Dari 14 U-boat yang berpangkalan di Penang, tercatat hanya 4 saja yang berhasil kembali ke Eropa dengan selamat. Kisah heroik para awak kapal selam Jerman di Timur Jauh ini telah digambarkan dengan begitu baiknya oleh A.M. Saville dari US Naval Institue:

"Para kader terbaik U-boat Jerman ini telah menjalankan tugas yang dibebankan kepada mereka dengan begitu baiknya dan gagah berani, walaupun mereka menderita kekurangan dukungan yang parah, selalu dicurigai oleh Sekutu terdekatnya, dan juga menghadapi lawan yang tak kepalang tangguhnya..."

Faktor lain tak kalah pentingnya: Penang sendiri bukanlah tempat yang ideal sebagai pangkalan kapal selam. Tak pernah dalam sejarahnya Penang menjadi basis angkatan laut, sehingga ketika diputuskan untuk jadilah ia seperti itu, dibutuhkan banyak sekali buruh terlatih untuk membangun fasilitas dok, gudang torpedo, arsenal, mess dan sebagainya. Sebagai tambahan dari Gunton:

"Kondisi serba terbatas seperti ini tentu saja membuat pencapaian para awak U-boat jauh dari maksimal. 50 orang personil darat Jerman kadangkala harus langsung mengadakan perbaikan dan perawatan tak lama setelah sebuah kapal selesai dari menjalankan patroli perangnya yang melelahkan. Hanya tukang kayu dan pandai besi sederhana yang ditinggalkan untuk mengelola pelabuhan. Jangan dikata pengamanan dari sabotase yang kemungkinan muncul, hampir-hampir tidak ada!"

Sebuah U-boat yang tiba dari Eropa rata-rata memerlukan 50 hari perawatan sebelum siap untuk berangkat kembali: membersihkan kapal memakan waktu 3 hari; perawatan utama 20 hari; bersandar di dok kering Singapura 3 hari; pembersihan ulang dan pemeriksaan bagian terluar U-boat 14 hari; pengisian bahan bakar, amunisi dan makanan 14 hari; dan terakhir adalah tes menyelam. Seorang warga Cina lokal bernama Tang Theam Chye adalah salah satu di antara warga sekitar yang diperbantukan oleh Jepang untuk pekerjaan pengisian torpedo ke dalam kapal di Penang. Anaknya kemudian bercerita:










"Pekerjaan ini benar-benar pekerjaan yang 'berbau' dalam arti yang sebenarnya. Ayahku dipekerjakan karena dia mampu berbahasa Inggris dan menggunakannya dalam berkomunikasi dengan para perwira U-boat Jerman yang meminta bantuan untuk dapat mengambil persediaan dari tangan Jepang. Ayahku menceritakan betapa tanpa harapan dan merananya para awak orang Eropa tersebut, yang harus hidup dalam kondisi menyedihkan dan jauh dari kampung halaman. Demi melihat begitu sempitnya ruang 'kerja' mereka di dalam U-boat, ayahku mengatakan bahwa betapa dia merasa bersyukur tidak menjadi seperti mereka. Di lain pihak, dia juga merasa kagum terhadap teknologi bangsa Jerman yang lebih superior dibandingkan dengan semua apa yang dimiliki Jepang pada masa itu. Kadangkala dia melihat dengan mata kepala sendiri pesawat-pesawat pembom Sekutu yang datang untuk membombardir pangkalan Jerman dan Jepang di Penang."

Pangkalan Jerman, Stützpunkt Paul, bermarkas di bangunan utama yang terletak di Northam Road. Bangunan pendukung dan sarana akomodasi lainnya bertempat di Elysee Hotel dan vila-vila yang disewakan di Bell Road. Rumah bagi para perwira disediakan khusus di Rose Road. Untuk keperluan rekreasi, setiap kru U-boat Jerman dapat bermain golf, tenis, latihan menembak, memancing, atau berenang di Springtide Hotel, Penang Swimming Club atau Mount Pleasure. Mereka juga diperbolehkan untuk "cari angin" di Penang Hill, Fraser's Hill dan Cameron Highlands. Otto Giese, Perwira Pengawas Kedua di U-181 mengenang hal ini:

"Hanya sedikit saja orang yang diizinkan dalam satu waktu untuk mengambil cuti ke resort yang luar biasa indah, Penang Hill... Dengan sedikitnya kebebasan yang kami miliki dalam tugas sehari-hari, berada di sana bagaikan berada di surga dunia."

Komando Tinggi Angkatan Laut (Oberkommando der Kriegsmarine) menerbitkan sebuah buklet informasi yang disusun oleh Erhardt. Buku kecil ini dibagikan kepada setiap personil U-boat yang baru menginjakkan kakinya di Penang. Salah satunya berisi himbauan seperti ini:

"Selalu memakai pakaian sipil bila berjalan-jalan di kota. Seragam khusus untuk ini yang berwarna putih telah disediakan oleh Departemen Pelayanan Jerman. Untuk membuat anda semua mudah teridentifikasi oleh polisi lokal, bawalah selalu pin dengan tambahan simpul pita berwarna hitam, putih dan kuning."

Buklet tersebut juga menjelaskan sikap yang harus diperlihatkan oleh orang Jerman terhadap kompatriot Jepang mereka. Intinya, mereka diharuskan untuk selalu 'penuh toleransi dan adaptasi' karena Jepang adalah 'satu-satunya sekutu kita yang loyal dan paling kuat'. Pengingat ini kadang tidak ada artinya di lapangan dimana banyak terjadi kesalahpahaman di antara kedua bangsa tersebut. Padahal Jepang pun telah mendapat instruksi serupa untuk memperlihatkan sikap penuh persahabatan terhadap orang-orang Jerman:

"Para pelaut Nordik muda itu mungkin akan menjadi sedikit noda bagi filosofi Kemakmuran Asia Timur Raya. Mereka seringkali berkeliaran ketika berada di daratan Penang, dan tak menganggap setiap militer Jepang yang mereka temui. Beberapa kali terjadi perselisihan antara petugas yang berwenang dengan para pelaut ini, yang diperparah lagi dengan ketiadaannya bahasa yang dapat dimengerti bersama. Untunglah hal-hal ini tidak berlaku seterusnya dan dapat ditekan ke angka minimum."

Kondisi yang nyaman dan menyenangkan yang dialami oleh setiap pelaut Jerman di Penang telah menimbulkan kecemburuan bagi Sekutu Jepang mereka yang notabene merupakan pemegang kendali di sana. Meskipun secara umum penduduk sekitar menderita kekurangan makanan yang akut, orang-orang Jerman tak pernah mengalami masalah semacam ini. Sehari-hari mereka menerima ransum makanan yang cukup, termasuk roti yang terbuat dari gandum hitam yang diproduksi oleh pabrik khusus; daging dari tukang daging lokal yang kebetulan sama-sama bule Jerman; dan juga sayur-sayuran semacam kentang dan kol. Makan sembarangan di warung-warung pinggir jalan dilarang keras karena dikhawatirkan akan terkena wabah penyakit tifus dan kolera yang berasal dari makanan yang tidak terjamin higienisnya, begitu pula alkohol produksi lokal yang tidak diperbolehkan untuk diminum para pelaut Jerman, kecuali bir.

Orang Jerman merasa seperti diulangtahunkan lebih-lebih lagi ketika kapal uap S.S. Nankingyang dilengkapi ruang pendingin berhasil ditangkap utuh bersama muatannya yang penuh oleh kapal patroli Jerman Thor dalam perjalanannya dari Australia ke Birma bulan Mei 1942. Di dalam ruang penyimpanan dan freezernya didapati 42.000 kardus daging kaleng, 28.000 bungkus buah-buahan dan sayuran, 800 ton terigu, plus mentega juga daging sapi dan babi yang masih segar! Sampai akhir perang, kapal ini ditambatkan di Pelabuhan Penang dan berfungsi sebagai gudang makanan!

Selasa, 18 November 2014

riset pesawat dan drone stealth rusia,amerika dan cina

Riset Pesawat Hypersonic Stealth  dunia

dibawah ini kumpulan gambar pesawat tempur,pembom atau pun  drone hasil riset 3 negara maju didunia  baik yang masih dalam  tahap  pengembangan atau pun tahap pembuatan prototipe yang pasti  bukan mimpi di siang bolong

Era supersonic segera berakhir, selamat datang era hypersonic, hal ini di ucapkan seorang petinggi Boeing ketika mengungkapkan keberhasilan mereka membuat pesawat hypersonic pertama di dunia, dan berhasil suskes dalam  tahap uji coba .walaupun blom di produksi massal untuk keperluan militer. berikut  gambar gambar yg bisa di lihat.


Amerika  dengan Aurora Project  Hypersonic Stealth



Rusia dengan PAK DA hypersonic stealth


dua perbandingan diatas merupakan riset yang  telah lama bocor  informasinya oleh publik sehingga
telah menjadi perang teknologi antara  rusia dan amerika

berikut beberapa contoh gambar lain;


cina bomber stealth




USAF Stealth bomber





russian  stealth fighter future                 and         USAF stealth fighter tanpa ekor belakang


























X44 manta stealth experiment USAF  dan F20 Stealth x









russian secret bomber fighter hypersonic








USAF  F19 EXPERIMENT STEALTH