Pagi itu, 19 Juli 1947, hari masih gelap, landasan pangkalan udara Maguwo (sekarang Adisucipto) di Yogyakarta berselimutkan kabut dan embun dingin, tiga pesawat terbang Angkatan Udara RI (AURI) lepas landas menguak keheningan pagi menuju sasaran musuh. Pesawat pertama, jenis Guntei, dipiloti penerbang Mulyono dengan sasaran mengebom Semarang, pesawat kedua, jenis Churen, diawaki penerbang Sutarjo Sigit memilih Kota Salatiga sebagai sasaran pemboman dan pesawat ketiga, juga jenis Churen dengan pilot Suharnoko Harbani menyasar Kota Ambarawa.
Bermodalkan pesawat-pesawat sederhana ex-Jepang, tanpa lampu, tanpa peralatan radio dan hanya bisa berkomunikasi antar-pesawat dengan lampu senter, ketiga pesawat tadi berhasil menjatuhkan bom-bom udara di tiga kota yang disasar tadi, suasana menjadi gempar. Pesawat-pesawat Kitty Hawk AU Belanda tinggal landas memburu pesawat penyusup AURI tadi, namun gagal. Ketiga pesawat pembom AURI berhasil selamat kembali ke Pangkalan Maguwo. Inilah operasi pengeboman pertama dari AURI yang baru berusia 1 tahun, dan beberapa pelakunya bahkan masih berstatus kadet penerbang, membuahkan hasil yang membanggakan. Moral pejuang-pejuang Republik meningkat.
Sepertinya, Operasi Pemboman Ambarawa – Salatiga – Semarang terinspirasi ”Doolittle Raid” , atau ”Serbuan Doolittle” lima tahun sebelumnya, 18 April 1942. Kala itu, moral Angkatan Bersenjata AS ada di nadir terendah karena Armada AL AS di Pasifik hancur lebur akibat serbuan AL Kekaisaran Jepang di Pangkalan AL AS Pearl Harbour, Hawaii, 7 Desember 1941. Untuk membangkitkan moral AB AS, maka Letkol James Doolittle dari AU AS menggelar operasi yang berani dan nekat, yaitu pengeboman Kota Tokyo. Berkekuatan 16 Pesawat Pembom B-25B Mitchell yang lepas landas dari Kapal Induk USS Hornet, armada udara ini berhasil mengebom Tokyo pada 18 April 1942, hanya 6 bulan sesudah serangan Jepang ke Pearl Harbour. 15 Pesawat B-25 berhasil mendarat di Daratan China, sedang satu pesawat jatuh. ”Doolittle Raid” sukses besar dan moral tentara AS bangkit kembali.
Memang, selain peran-peran lain dari angkatan udara, seperti: penyergapan, angkut, pengintaian dan pertahanan udara maka ada peran angkatan udara yang amat penting, yaitu operasi pemboman terhadap sasaran-sasaran di darat. Bila pada operasi penyergapan biasanya pesawat pemburu mengandalkan senapan mesin dan peluru kendali (rudal) udara ke udara, maka untuk operasi pemboman maka amunisi yang dipanggul adalah rudal udara – darat dan bom-bom udara, selain juga senapan mesin.
AURI, sejak dibentuk pada 9 April 1946 sudah berkemampuan operasi pengeboman dari udara. Kekuatan awal pesawat pembom AURI terdiri dari bomber B-25 Mitchell dan bomber B-26 Invader ex. AU Belanda, keduanya tergabung kedalam Skadron Udara-1 AURI, bermarkas di Pangkalan Udara Cililitan (sekarang Halim Perdanakusuma) Jakarta. Berbagai operasi keamanan dalam negeri, seperti Operasi penumpasan Republik Maluku Selatan (RMS) di Ambon, penumpasan Pemberontakan PRRI/ Permesta di Padang, Pekanbaru dan Manado, Operasi Penumpasan Pemberontakan DI/TII di Sulawesi Selatan, bahkan pada Operasi Seroja 1975 di Timor Timur, selalu mengandalkan pesawat pembom TNI-AU jenis B-25 dan B-26 ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar