Perang .. siapapun tidak menyukainya.namun jika hal itu terjadi, suka tidak suka kita harus siap menghadapinya.perang yang kemungkinan terjadi di sekitar kita adalah perang dengan negara tetangga terdekat.sebut saja singapura,malaysia,australia.
perang terjadi pasti di awali dengan serangan udara baik oleh roket, rudal atau pesawat tempur. jika hal itu terjadi apakah kekuatan udara TNI AU mampu untuk melawan atau tidak.kita berbicara fakta yang ada dan data yang tercatat.
Kita asumsikan pada tahun 2015, TNI AU sudah menuntaskan akuisisi:
- 24 F-16 blok 32+ dan Blok d-52 ..ex US
- C-295 AEW&C, dengan radar IAI ELTA AESA, SAR (radar darat), dan radar maritim. Konfigurasi optimal untuk mendukung F-16 (berarti tidak optimal untuk Su-27/30 yang jumlahnya hanya sedikit). Jika sebelumnya simulasi lawan menggunakan kapabilitas RTAF, kali ini kita menggunakan kapabilitas Singapore Armed Forces (SAF), dalam hal ini tentunya RSAF (Republic of Singapore Air Force).
Untuk lebih menunjukkan lemahnya TNI AU tahun 2015, pada simulasi serangan kali ini, F-15 RSAF tidak ikut serta. Para pilot F-15 RSAF diliburkan ke Hawaii, karena 86 F-16 RSAF dianggap sudah lebih dari cukup untuk serangan.
Stage 1 adalah pertempuran beyond visual range (diluar jarak pandang)
dengan bantuan pesawat radar (AEW). RSAF maju dengan armada F-16 ditemani G-550 CAEW.Tipikal pertempuran terjadi antara 4 AURI F-16 melawan 2 RSAF F-16, sebagaimana Stage 1 dibawah ini. Sekalipun jangkauan radar AEW kita asumsikan sama, namun BVRAAM RSAF lebih jauh jaraknya, lebih cepat mengunci dan menembak lebih dulu (AIM-120-C7), dengan dukungan G-550. TNI maksimal diberikan kongres AS izin untuk membawa AIM-120-B yang lebih jadul, sesuai doktrin militer AS yang tidak mau mempersenjatai negara non-sekutu lebih daripada negara sekutu (suatu hal yang wajar).
Pada kenyataanya, sangat mungkin ke-4 AURI F-16 sudah hancur pada tahap ini. Namun untuk membuat skenario lebih seru, kita asumsikan 3 AURI F-16 berhasi lolos.
Stage 2 adalah pertempuran beyond visual range (diluar jarak pandang)
yang dilakukan secara mandiri dengan rudal jarak menengah yang ditembakkan dan dikendalikan langsung oleh fighter.
Pada TUM-DJP (Tempur Udara Mandiri - Diluar Jarak Pandang), RSAF F-16 unggul karena radarnya 30 - 50% lebih jauh dibanding AURI F-16. Demikian pula komputer targettingnya, jauh lebih canggih. Akibatnya, RSAF akan lebih dahulu mengunci dan menembah AURI F-16.
Disini pun sebenarnya AURI F-16 tidak mungkin lolos. Dilema yang dihadapi oleh pilot F-16 adalah melakukan manuver g-force tinggi, yang beresiko rusaknya air frame F-16 tua (produks 1984), dengan kemungkinan lolos dari rudal Mach 4 sangat kecil. Atau memilih tombol eject.
Namun demi skenario, kita asumsikan 2 AURI F-16 atas doa masyarakat Indonesia, berhasil lolos, bahkan menembakkan rudal AIM-120B-nya.
Hanya saja kemampuan counter measure RSAF F-16 sudah jauh diatas, sehingga besar kemungkinan AMRAAM AURI tersebut dipatahkan oleh SPS-3000, jamming dari AEW, serta manuver lincah F-16 blok 52.
Stage 3 adalah pertempuran menggunakan rudal jarak dekat, yang dilakukan dalam jarak pandang.
Tibalah di penghujung acara: dogfight. RSAF memiliki rudal dengan kemampuan tembak lebih dulu (AIM-9X dan Phyton 5). Rudal tersebut juga lebih mudah melakukan locking, karena mampu melacak pesawat musuh pada sudut yang sulit.
stage 4 dog fight
Paling kejam Phyton-5 buatan Israel, bisa mengunci dan menembah sekalipun pesawat musuh berada di belakang. Sehingga pilot RSAF tidak perlu repot-repot melakukan manuver mengejar F-16 AURI.
Disini tidak ada nasib lain, F-16 AURI dihancurkan dengan sukses.
Sesuai skema 4 lawan 2 ini, demikian juga berlangsung antara 24 AURI F-16 blok 32 eks USANG (Ogdon upgrade), melawan 86 (baca yang keras: DELAPAN PULUH ENAM) RSAF F-16 blok 52+ brand-new state-of-the-art (Israeli upgrade).
Nasib yang tidak jauh beda untuk 4 Su-27 dan 6 Su-30, dimana efektif yang mampu melawan hanyalah 2 AURI Su-27 SKM/SMK dan 3 unit AURI Su-30 MK2. Namun dengan jumlah pesawat sangat sedikit (5 lawan 86), tidak ada dukungan AEW (C-295 di set untuk dukungan F-16 / AIM-120, tidak optimal mendukung Sukhoi / R-77 RVV), nasib burung besar itu dapat dipastikan. Tanpa perlu RSAF menurunkan F-15-nya, karena pilotnya masih berlibur di Hawaii.
Setelah kekuatan udara TNI AU dihancurkan, SAF mencapai supremasi udara total. Selanjutnya adalah meraih superioritas udara, melalui operasi SEAD (Suppression of Enemy Air Defense).
Lagi-lagi tidak ada perlawanan berarti. TNI AD maksimal memiliki SAM jarak menengah Hawk yang sudah udzur, bau tanah. Teknologi tertinggal jauh. Juga Rapier yang cukup tua. Yang muda dan baru hanyalah Grom, yang jangkauan pendek (5.5 km).
Demikianlah seluruh hanud modern TNI AD dihancur leburkan dengan peluru kendali jarak jauh. Menyisakan segelintir Manpad yang tidak akan pernah melihat fighter modern.
Stage 5 adalah perang antara pesawat tempur dengan kapal perang untuk merebut dominasi laut.
Setelah meraih supremasi udara, kini RSAF beralih ke laut, mengejar dan menghancurkan kapal-kapal TNI AL yang memiliki armada terkuat di seluruh Asia Tenggara.
Hasilnya sama, seluruh kapal TNI AL tidak ada SATUPUN yang memiliki kemampuan hanud memadai. Mulai dari kapal perang kuno yang besar-besar, sampai kapal perang terbaru. Dari jarak jauh, hujan AGM-84 dan AGM-88 mengejar fregat TNI. AK-230 menyalak, mungkin bisa menembak jatuh satu atau dua rudal, sebelum kapal Parchim-nya dihajar rudal.
Kapal-kapak selam TNI AL di buru oleh S-70B Seahawk, dengan bantuan intai dari AEW yang memiliki kemampuan radar maritim.
Dengan dikuasainya laut, maka RSN (Republic of Singapore Navy) dapat mempersiapkan operasi pendaratan lintas laut. Para pelaut TNI AL terpaksa mendarat, bergabung bersama Marinir, untuk melakukan PERANG GERILYA RAKYAT SEMESTA.
UPDATE: TNI AL mengadakan 3 kapal korvet F2000 kelas Nakhoda Ragam dengan senjata pertahanan udara jarak menengah. Kapal ini adalah KRI 358 John Lie, KRI 359 Usman Harun, dan KRI 357 Bung Tomo. 3 kapal tersebut sebenarnya pesanan Brunei, namun Brunei membatalkan pesanan karena menilai kapal tidak sesuai dengan spesifikasi yang dipesan. BAE System yang membangun kapal tersebut kemudian menjualnya kepada Indonesia dengan 1/5 harga. Belum dapat dikonfirmasikan apakan seluruh sistem Nautis II dengan rudal MICA, dipasang pada kapal-kapal tersebut. Jika terpasang, kapal ini akan mampu mempertahankan diri dari serangan rudal anti kapal subsonic (AGM 84, Exocet, dsb).
Stage 6 adalah serangan udara ke darat, yang biasanya dilakukan menjelang invasi atau gerak maju pasukan.
Sebelum pendaratan, sekali lagi RSAF berburu kendaraan lapis baja TNI AD. Ke-100 Leopard 2 kebanggaan TNI AD hancur lebur dikejar Maverick dan Hellfire dari F-16 dan Longbow Apache. Untuk menyelamatkan, sebagian besar Leopard terpaksa harus di kubur atau di sembunyikan di dalam hutan.
TNI AD pun bersiap untuk melakukan PERANG GERILYA RAKYAT SEMESTA.
Dengan santai RSN melakukan pendaratan tanpa perlawanan di kepulauan sekitar Singapura, mulai dari Natuna, Batam, Bangka, Belitung, bahkan, untuk menunjukkan keterbatasan kapabilitas TNI, SAF melakukan pendaratan merebut Kalimantan Barat dan sekitarnya, membangun buffer zone.
TNI AD yang bersiap melakukan perang gerilya terhenyak, ternyata sudah tidak ada stok ranjau anti personel TNI, yang sangat vital untuk pertahanan gerilya.
Usut punya usut, ternyata ada politisi yang men-sabotase kemampuan perang gerilya rakyat semesta TNI, dengan cara mengikut sertakan Indonesia dalam rezim anti ranjau internasional, yang di ratifikasi oleh parlemen ngawur beberapa tahun silam.
Komponen cadangan pun tidak jelas mekanisme mobilisasinya. Belum keluar permen dan PP pelaksanaan UU-nya yang baru. Dibentuklah milisi-milisi kaum nasionalis dengan rantai komando tidak memadai, sehingga terjadi banyak kasus pelanggaran HAM dari para preman petualang yang bergabung.
stage 7 aneksasi wilayah
Para Jenderal TNI pun dituntut atas tuduhan pelanggaran HAM. Segera setelah itu terjadi genjatan senjata. Pasukan perdamaian PBB diturunkan mengawasi buffer zone di Kalimantan Barat, Tengah dan Selatan. Dibentuk Komisi Rekonsiliasi, agar Jenderal TNI tidak perlu diseret ke Pengadilan HAM Internasional.
Tapi toh ini semua cuma dongeng dari tukang jaga warnet.
Lalu, apa dampak mengabaikan kapabilitas tempur modern TNI AU ?
Disini Singapur hanya contoh mewakili Kemampuan Serang Tier 4 MDCI. Artinya semua Tier 4 (Thailand, Singapura, Australia) memiliki kemampuan setara itu, dan Tier diatasnya (RRC, India, dan AS) memiliki kemampuan lebih tinggi.
Sejarah selalu berulang. Kegagalan Meksiko membangun kapabilitas tempur sebanding dengan AS, berakibat hilangnya lebih 1/2 wilayah Meksiko (termasuk Kalifornia, Texas, dsb). Kegagalan Prusia, Austria, Polandia, Chekoslovakia, dsb. Pada prinsipnya sama: gagal membangun kapabilitas tempur sebanding dengan militer yang dapat di proyeksikan ke wilayahnya. Hasilnyapun sama: kehilangan wilayah teritorial.
Waw.
BalasHapus