Marsekal Suryadi Suryadarma memeluk istrinya mesra sebelum meninggalkan rumah. Sang Kepala Staf Angkatan Udara RI juga mengecup kening perempuan yang telah memberinya tiga anak itu.
Erlangga Suryadarma, anak kedua Suryadarma, heran. Ritual seperti itu tak lazim dilakukan ayahnya. Biasanya, pagi buta Suryadarma langsung berangkat kerja, dan pukul 06.00 sudah tiba di kantor. Memeluk dan mencium istri sebelum berangkat, tak lumrah ia lakukan.
“Kayak orang baru pacaran saja. Enggak biasanya begitu. Enggak pernah dia pakai sun-sunan. Kami enggak mengerti, tiap kali ada upacara begitu,” ujar Erlangga kepada CNNIndonesia.com di Tangerang, Jumat (1/4).
Pada pagi di luar kelaziman itu, Suryadarma rupanya hendak mengikuti upacara bersama Sukarno. Sebagai KSAU, ia memang kerap mendampingi Presiden saat apel bersama kepala staf angkatan lain.
Belakangan setelah Suryadarma wafat, Erlangga baru tahu alasan ayahnya berlaku lebih romantis jika hendak upacara bersama Presiden: sebab Suryadarma tak tahu apa masih akan ada hari esok baginya.
“Jika terjadi sesuatu, kalau ada orang yang mencoba membunuh Bung Karno, saya akan pasang badan di depan dia,” ujar Suryadarma kepada istrinya, Utami, seperti kemudian diceritakan kepada Erlangga.
Tiap apel, Suryadarma tak suka bila posisi berdirinya terlalu jauh dari Sukarno. Dia selalu berusaha mendekat.
“Bukan untuk cari muka, tapi supaya jika terjadi sesuatu, bisa segera pasang badan. Kayaknya heroik banget, tapi dia memang begitu, memikirkan semua orang,” kata Erlangga yang kini berusia 74 tahun.
Sukarno mengalami beberapa kali percobaan pembunuhan pada periode awal kemerdekaan Indonesia. Untuk melindungi sang Presiden, KSAU Suryadi Suryadarma kerap pasang badan.
|
Suryadarma bahkan pernah memberikan jipnya kepada Sukarno untuk melindungi sang Presiden. Jip asal Rusia itu lebih dulu dilapisi baja oleh teknisi Bandara Halim Perdanakusuma yang dipanggil Suryadarma. Lapisan baja berfungsi untuk menangkis peluru yang mungkin diarahkan kepada Presiden saat berada dalam mobil.
Namun begitu jip rampung dirombak dan dibawa ke Istana untuk diserahkan kepada Sukarno, sang Presiden yang mencoba mobil serbaguna itu malah tertawa.
“Panas,” kata Sukarno singkat sambil keluar dari jip lapis baja tersebut.
Di masa Indonesia baru merdeka, percobaan pembunuhan terhadap Sukarno bukan cuma sekali terjadi, dan Sukarno belum punya pasukan pengawal. Maka Suryadarma dengan senang hati jadi tameng tanpa diminta.
Istana diserang prajurit AU
Loyalitas Suryadarma pada Sukarno tak diduga tercoreng ulah anah buahnya. Kejadian pada 9 Maret 1960 membuatnya merasa malu dan bersalah kepada Sukarno.
Pagi itu, aktivitas Skadron Udara 11 di Kemayoran, Jakarta, mulai berdenyut. Skadron tempur yang mengoperasikan pesawat Mikoyan-Gurevich MiG-15, MiG-17, dan MiG-19 itu mengintensifkan latihan mereka karena Indonesia sedang berkonfrontasi dengan Belanda atas Irian Barat.
Skadron 11 kala itu berlatih dengan MiG-17. Letnan Dua Udara Daniel Alexander Maukar mendapat urutan terakhir terbang. Jelang tengah hari ketika tiba gilirannya mengudara, Daniel mengenakan helm pelindung dan masuk ke kokpit Mi-17 bernomor 1112.
Ia beroleh instruksi untuk mengarahkan pesawat ke selatan Jakarta. Namun pria berdarah Manado, Sulawesi Utara, itu punya rencana lain. Dia berniat menyerang Istana. Daniel terpengaruh Perjuangan Rakyat Semesta (Permesta) yang bermarkas di Manado.
Permesta tidak puas dengan ketimpangan pembangunan di Manado, dan kecewa dengan pemerintah pusat di Jakarta yang tak membiarkan warga Manado menentukan nasib sendiri. Di sinilah Daniel terseret meski ia sesungguhnya tak begitu mengenal Manado karela lahir di Bandung dan besar di Jakarta.
Menerbangkan MiG-17 hari itu, Daniel terbang rendah di ketinggian 3.600 kaki untuk menghidari radar. Oleh sebab pesawat dilarang melintasi pusat kota, dari atas kawasan Senen, ia terbang memotong jalur ke arah Jalan Sabang dan berbelok ke Istana.
Daniel yang mengaku tahu Soekarno tak ada di Istana, lantas melancarkan serangan dari sudut 45 derajat. Tembakan mengenai pilar-pilar di sisi kanan Istana. Kaca-kaca rontok seketika. Daniel menceritakan ulang kisahnya itu kepada
Majalah Angkasa, Juni 2007.
Rentetan suara tembakan mengagetkan warga ibu kota, termasuk KSAU Suryadarma yang sedang mengikuti rapat Dewan Nasional bersama Sukarno di gedung berjarak sekitar 20 meter dari Istana.
Suryadarma, begitu mendengar informasi ada pesawat melepas tembakan, bergegas menuju Istana. Dia mengecek kondisi Istana, dan melihat peluru yang dipakai adalah kanon 37 milimeter milik MiG-17. Suryadarma langsung tahu, ini ulah anak buahnya.
Sang KSAU lalu menemui Sukarno. Dia memberi salam hormat, melepaskan tanda pangkat, dan menyerahkannya kepada Presiden. Suryadarma mengundurkan diri, lantas pulang.
Para perwira Angkatan Udara meminta Suryadarma tak mundur. Namun dia bergeming.
“Kalian tunggu perintah Panglima Tertinggi (Sukarno). Jangan sampai terjadi lagi! Bikin malu,” ujar Suryadarma akhirnya, mengeluarkan amarah di hadapan para bawahannya.
Keesokan paginya, ajudan Sukarno menelpon Suryadarma. Ia diminta menghadap. Di hadapan Presiden, pangkat Suryadarma disematkan kembali.
“Di, saya masih percayakan Angkatan Udara sama kamu. Jangan sampai terjadi lagi,” kata Sukarno, memanggil Suryadarma dengan kependekan namanya.
Sementara Daniel yang menimbulkan kegemparan dihukum penjara seumur hidup. Selama proses persidangannya, Suryadarma banyak membantu. Pun Sukarno mengampuninya sehingga Daniel hanya dibui delapan tahun.
“Dia masih muda dan pilot terbaik.
Very good pilot. Dia termakan politik saja,” kata Erlangga.
Nestapa Omar Dhani
Tahun 1962, setelah 16 tahun menjabat, Suryadarma digantikan Omar Dhani, lulusan
Royal Air Force staff college Inggris yang pernah menjadi pilot pribadinya.
Omar Dhani, seperti Suryadarma, merupakan loyalis Sukarno. Meneruskan apa yang telah dirintis pendahulunya, Omar Dhani menjaga kejayaan Angkatan Udara RI.
Namun semua itu berakhir setelah Gerakan 30 September 1965 meletus. Enam jenderal dan beberapa prajurit Angkatan Darat dibunuh. Partai Komunis Indonesia dituding menjadi dalang, dan Sukarno dianggap dekat dengan PKI. Bola bergulir liar. Angkatan Udara ikut jadi bulan-bulanan karena mendukung Sukarno.
KSAU Omar Dhani. Kariernya yang melesat cepat, terjungkal sekejap pascaperistiwa G30S.
|
Omar Dhani, yang mengira G30S hanya konflik internal AD, mengeluarkan Perintah Harian 1 Oktober 1965 yang fatal dan dinilai tergesa-gesa karena mengesankan AURI mendukung gerakan tersebut.
“Gerakan 30 September untuk mengamankan dan menyelamatkan revolusi dan pemimpin besar revolusi terhadap subversi (usaha menjatuhkan kekuasaan) oleh CIA. Dengan demikian telah diadakan pembersihan dalam tubuh Angkatan Darat dari anasir-anasir yang didalangi subversif asing dan membahayakan revolusi. Angkatan Udara sebagai alat revolusi selalu menyokong tiap gerakan yang progresif revolusioner,” demikian isi Perintah Harian Omar Dhani yang langsung menjadi bola liar.
Sadar salah langkah, Omar Dhani melakukan apa yang pernah diperbuat Suryadarma: mengundurkan diri. Seperti pada Suryadarma pula, pengunduran diri itu ditolak Sukarno.
Sebulan kemudian, Omar Dhani ditugasi Sukarno melawat ke negara-negara Asia dan Eropa dengan alasan menjajaki kerja sama luar negeri untuk AURI. Pada bulan keenam lawatannya, saat berada di Kamboja, datang surat dari Suryadarma.
Omar Dhani diminta segera kembali ke Indonesia untuk menyelamatkan Angkatan Udara yang kian tenggelam seiring melemahnya kekuasaan Sukarno.
“Kamu harus bertanggung jawab. Kamu adalah nakhoda Angkatan Udara, jangan bikin malu,” pesan Suryadarma.
Omar Dhani memenuhi tanggung jawab. Ia pulang.
Apel di Lanud Halim Perdanakusuma Jakarta menjadi pertemuan terakhir antara Suryadi Suryadarma dengan Omar Dhani, dua komandan udara loyalis Sukarno.
Di sela apel, Omar Dhani menepi mendekati Suryadarma. Dia bertanya, “Apakah yang saya lakukan salah?” “Tidak,” jawab Suryadarma. “Bung Karno itu panglima tertinggi kamu. Apapun perintahnya, itu yang harus kamu jalankan.”
Oleh sebab itu saat Omar Dhani dituduh makar, Suryadarma tak terima. Mahkamah Militer Luar Biasa menjatuhkan hukuman mati kepada Omar Dhani, yang kemudian diubah menjadi vonis penjara seumur hidup.
Suryadarma di akhir hidupnya banyak duduk diam menatap horizon. Raut wajahnya seperti orang linglung, lalu kadang menangis. Jatuh bangun mendirikan AURI, matra yang ia banggakan bak kehilangan nyawa selepas G30S.
Kenangan sedih itu tak bisa dilupakan Erlangga, putranya. “G30S yang membuat dia mati. AURI saat itu betul-betul jadi korban karena pro-Bung Karno. Setengah mati bangun Angkatan Udara, hancur begitu saja. Semua dihabisi.”
Suryadarma tutup usia pada 16 Agustus 1975, sehari sebelum Indonesia merayakan hari jadinya yang ke-30. Sebelum dikebumikan di Pemakaman Umum Karet, Jakarta, Presiden Soeharto memberikan sambutan saat melepas keberangkatan jenazah almarhum.
“Selama Suryadarma memegang tampuk pimpinan Angkatan Udara RI sampai 1962, ia lebih menitikberatkan pada masalah teknis militer. Semboyannya yang selalu ditegaskan kepada para perwira muda ABRI ialah ‘Jadilah perwira-perwira sejati dan pembela tanah air.’ Para perwira dianjurkan selalu mengikuti perkembangan teknologi, melarang ikut campur urusan politik, serta membendung campur tangan dari luar.”
“Tetapi ternyata penggantinya, Omar Dhani, membuka pengaruh politik dalam AURI sehingga AURI yang semula buta politik, tiba-tiba dipaksa berpolitik...” kata Soeharto seperti dikisahkan dalam buku
Aku Sayap Tanah Air: Kisah Hidup dan Perjuangan Bapak AURI Marsekal R. Soeriadi Suryadarma.
Sekelumit Kisah Suram Dirgantara RI di Tengah Gejolak 1966
Presiden Sukarno (kedua kanan) bersama KSAU pertama Suryadi Suryadarma paling kanaN
Suharto masih ingat betul hari itu, 50 tahun silam. Pekan keempat Maret, ia mendarat di Bandara Kemayoran Jakarta bersama Komodor Nurtanio Pringgoadisurjo, seorang perwira Angkatan Udara Republik Indonesia yang biasa ulang-alik Jakarta-Bandung dengan pesawat ringan Cessna 180.
Kala itu Suharto baru menghabiskan akhir pekan di tempat tinggal Nurtanio di Bandung. Mereka berbincang banyak hal, layaknya sahabat yang lama tak berjumpa. Keduanya memang tak bertemu selama 10 tahun karena Suharto menempuh studi di Universitas Teknologi Braunschweig, Jerman.
Suharto merupakan Staf Teknik PT Berdikari –selanjutnya disebut Komando Pelaksana Proyek Industri Penerbangan (Kopelapip) dan di kemudian hari berubah nama menjadi PT Chandra Dirgantara. Sementara Nurtanio ialah Komandan Depot Penyelidikan, Percobaan, dan Pembuatan Pesawat Terbang AURI.
Nurtanio dan Suharto punya kegemaran sama: mengutak-atik pesawat terbang. Satu dekade sebelumnya, 1955, saat Suharto masih berkuliah di Institut Teknologi Bandung, ia kerap bertamu ke hanggar kecil Nurtanio yang tak jauh dari indekosnya. Suharto melihat dari dekat, mengamati waktu Nurtanio dan timnya membuat Sikumbang –pesawat pertama karya Indonesia yang seluruhnya terbuat dari logam.
Kembali ke tahun 1966 di Bandung, obrolan asyik Nurtanio dan Suharto harus berujung. Akhir pekan usai. Nurtanio mengantar Suharto kembali ke Jakarta dengan Cessna yang ia terbangkan sendiri. Kebetulan Nurtanio ada urusan di Jakarta dengan seorang Amerika tentang pembelian alat-alat dari Amerika Serikat.
Setiba di Bandara Kemayoran, Nurtanio dan Suharto berpisah. Suharto sempat melihat Nurtanio berbicara dengan si orang Amerika sebelum ia pulang ke rumah.
Esoknya, Senin 21 Maret, Suharto terkejut saat kembali ke kantornya. Kopelapip didemo mahasiswa. Itu memang tahun huru-hara. Nyaris semua hal berbau Sukarno menjadi sasaran demonstrasi, termasuk Kopelapip yang merupakan proyek pabrik pesawat terbang di masa pemerintahan Presiden Sukarno.
Melihat kantornya dikepung mahasiswa, Suharto balik kanan. Ia tak jadi masuk kantor, kembali ke kediaman.
Keesokannya lagi ketika suasana sudah tenang, Selasa 22 Maret, Suharto baru masuk kantor. Namun rekan-rekan sekantornya kaget melihat Suharto. Kemunculannya menimbulkan kehebohan. Ia disangka sosok hantu. Kawan-kawannya berseru bersahutan.
Suharto butuh waktu tak sebentar untuk mencerna apa yang sebenarnya terjadi. Ia kemudian sadar disangka telah mati. Para koleganya bercerita: Nurtanio tewas, pesawatnya jatuh terempas.
Suharto, karena Senin tak masuk kantor, dikira menumpang pesawat Nurtanio yang jatuh dan ikut wafat.
Giliran Suharto kaget, tak sangka kawan yang dijumpainya kemarin lusa kini telah tiada. Suratan takdir tak dapat diduga.
“Padahal Kopelapip itu nantinya yang akan menjadi direktur, yang akan memimpin, ya Pak Nurtanio,” kisah Suharto kepada CNNIndonesia.com di kediamannya, Depok, Jawa Barat, Jumat (18/3).
Suharto, perintis riset penerbangan RI lulusan Universitas Teknologi Braunschweig, Jerman, yang merupakan kawan Nurtanio Pringgoadisurjo. (CNN Indonesia/Resty Armenia)
|
Kopelapip, kantor tempat Suharto bekerja, semula diproyeksikan menjadi pabrik pesawat besar. Untuk itu pula Suharto, sekembalinya dari Jerman, bergabung Kopelapip. Namun harapan tinggal angan. Pergolakan politik membuyarkan semua rencana.
“Bung Karno jatuh karena masalah politik. Kopelapip tak jadi besar,” ujar Suharto yang kini berusia 83 tahun, namun masih aktif mengajar sebagai dosen di Universitas Suryadarma, Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur –perguruan tinggi swasta di bawah naungan TNI Angkatan Udara.
Suharto mafhum masa itu penuh gejolak. “Saya ingat sekali, tahun 1965 saya pulang dari Jerman, di Indonesia ribut, ada PKI dan segala macam. Pemimpin kantor saya anak buah Bung Karno. Dia akhirnya ditahan.”
Pemimpin Kopelapip ialah Kurwet Kartaadiredja. Dia wartawan dan pengusaha. Pemimpin umum mingguan Pewarta Djakarta yang juga pendukung politik Bung Karno.
Kurwet menjabat sebagai Menteri Negara Kepala Proyek Kopelapip. Ia bekerja bersama Kepala Staf Angkatan Udara Laksamana Omar Dhani dan Komodor Nurtanio.
Kurwet termasuk satu dari belasan menteri yang dituduh terlibat peristiwa Gerakan 30 September. Mayoritas dari mereka ditangkap Resimen Para Komando Angkatan Darat (RPKAD) di bawah Panglima Angkatan Darat Jenderal Soeharto –yang kemudian naik ke tampuk kekuasaan sebagai Presiden Republik Indonesia.
Dari belasan menteri yang ditangkap RPKAD, hanya lima orang yang diadili. Sisanya, termasuk Kurwet, ditahan tanpa pernah diadili.
Nasib tak kalah sedih menimpa KSAU Omar Dhani yang –setelah sempat dijatuhi vonis hukuman mati– akhirnya dihukum penjara seumur hidup. Pada periode itu, kemalangan menimpa para loyalis Sukarno, tak terkecuali Omar Dhani dan Kurwet.
Hal semacam ini, meski sempat mengejutkan Suharto yang belum lama pulang ke Indonesia, akhirnya menjadi makanan sehari-hari. “Saya hanya pegawai, orang teknik, mengurusi pesawat terbang. Politik saya tak tahu.”
Proyek gagal
Industri dirgantara tak dapat lepas dari persoalan politik dan ekonomi. Suharto kini sepenuhnya paham.
Kopelapip yang dipimpin Kurwet dengan Nurtanio selaku Manager Umum Teknik dan Produksi misalnya, dibentuk Sukarno pada 17 Agustus 1965 dengan latar belakang politik.
Seperti diceritakan dalam buku
Nurtanio, Perintis Industri Pesawat Terbang Indonesia,Kopelapip merupakan proyek pesawat terbang komersial bekerja sama dengan Fokker, pabrik pesawat asal Belanda. Kopelapip akan memproduksi 100 pesawat angkut Fokker F27 Friendship, di dalamnya termasuk pembuatan 20 pesawat untuk Garuda Indonesia.
Berdasarkan rencana semula, dua pesawat akan dirakit di Indonesia, 20 pesawat diproduksi di Belanda, dan 78 pesawat diproduksi sepenuhnya di Indonesia. Untuk itu sebuah pabrik bakal disiapkan di Sunter, Jakarta, tak jauh dari Bandara Kemayoran.
Kopelapip sesungguhnya digunakan pemerintah Indonesia sebagai sarana untuk menembus blokade politik negara-negara Barat dengan menjalin kerja sama dengan Belanda, berhubung saat itu Sukarno sedang menjalankan politik konfrontasi melawan Malaysia.
Namun Barat menentang proyek tersebut. Inggris tak mau menyediakan mesin buatan Rolls-Royce yang diperlukan untuk memproduksi F27 bagi Indonesia. Pemerintah Sukarno pun mencari alternatif mesin buatan Jepang atau Amerika Serikat.
Dalam proyek inilah Suharto terlibat sebagai staf teknik. Namun apapun upaya Indonesia, pada akhirnya proyek itu gagal total. Bukan sebab mesin yang tak tersedia, namun karena kemelut politik di dalam negeri.
Pasca-G30S, pemimpin Kopelapip Kurwet ditahan. Program membangun pabrik pesawat di Sunter disetop, rencana memproduksi 100 pesawat F27 dihentikan, dan kontrak kerja sama Kopelapip dengan Fokker dibatalkan. Kopelapip diambil alih oleh TNI Angkatan Udara dan berganti nama menjadi PT Chandra Dirgantara.
Ambisi Indonesia membangun armada transportasi udara berskala besar lenyap sekejap. Kekacauan politik dan ekonomi berkelindan, memupus impian.
Meski demikian, asa dipertahankan Nurtanio. Melalui Lembaga Persiapan Industri Penerbangan (Lapip) yang ia inisiasi sejak Agustus 1960 –lima tahun sebelum Kopelapip berdiri, program produksi pesawat Gelatik dilanjutkan.
Lapip itulah yang menjadi cikal bakal Lembaga Industri Pesawat Terbang Nurtanio (Lipnur), yang kemudian berganti nama menjadi Industri Pesawat Terbang Nurtanio (IPTN), selanjutnya berubah lagi jadi Industri Pesawat Terbang Nusantara, dan kini bernama PT Dirgantara Indonesia.
Nurtanio Pringgoadisurjo, perintis dirgantara Indonesia
Menengok Masa Kelam Angkatan Udara Republik Indonesia
Ilustrasi. (ANTARA/Septianda Perdana)
Bagio Utomo dongkol. Mantan anggota Skadron Teknik 042 itu tak bisa menahan amarah jika mengingat kerja timnya pada 1970 ‘menjagal’ jet pengebom strategis Tupolev Tu-16 buatan Uni Soviet. Padahal Tu-16 merupakan pesawat canggih yang membuat Angkatan Udara Republik Indonesia ditakuti dunia di era 1960-an.
Memiliki Tu-16 kala itu membuat Indonesia menjadi negara keempat di jagat yang mengoperasikan jet pengebom setelah Amerika Serikat, Inggris, dan Uni Soviet. Tu-16 pula salah satu alasan Belanda takluk terhadap Indonesia pada konfrontasi atas Irian Barat.
Namun, kata Bagio, “AURI harus menghapus seluruh armada Tu-16 sebagai syarat mendapatkan F-86 Sabre dan T-33 T-Bird dari Amerika.”
Semua itu, ujar Bagio kepada Angkasa, hanya karena perkara politik. Hubungan erat Indonesia-Uni Soviet pada masa Sukarno, langsung berubah saat Suharto berkuasa.
“Sebelum 1965, Angkatan Udara Indonesia sangat kuat dan amat disegani di Asia Tenggara, bahkan Asia. Pada masa Soeharto, Angkatan Udara menjadi anak tiri dan Angkatan Darat dinomorsatukan,” kata Asvi Warman Adam, sejarawan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, kepada CNNIndonesia.com, Jumat (11/3).
Erlangga Suryadarma, putra Kepala Staf Angkatan Udara pertama RI Marsekal Suryadi Suryadarma, mengisahkan betapa ayahnya tertekan dan kerap linglung pada akhir hidupnya melihat kondisi Angkatan Udara yang bak jatuh ke jurang.
“G30S membuat dia ‘mati.’ AURI saat itu betul-betul jadi korban karena pro-Bung Karno. Setengah mati bangun Angkatan Udara, hancur begitu saja. Semua dihabisi,” ujar Erlangga.
KSAU Marsekal Omar Dhani bahkan divonis hukuman mati –yang di kemudian hari diubah menjadi penjara seumur hidup– oleh Mahkamah Militer Luar Biasa atas tuduhan makar.
Gerakan 30 September 1965 yang disusul pergantian rezim jadi biang keladi kehancuran AURI pada masa itu. Pidato Panglima Komando Cadangan Strategis Angkatan Darat Mayor Jenderal Soeharto saat mengangkat jenazah enam jenderal dan satu prajurit AD dan dari Lubang Buaya, Jakarta Timur, pada 4 Oktober 1965, seketika membuat AURI remuk.
“Jenderal-jenderal kita telah menjadi korban kebiadaban dari petualang yang dinamakan Gerakan 30 September. Kalau melihat daerah ini, ada di kawasan Lubang Buaya. Daerah Lubang Buaya termasuk Lapangan Halim. Dekat sumur ini telah menjadi pusat latihan dari sukwan (sukarelawan) dan sukwati yang dilaksanakan Angkatan Udara. Mereka melatih Pemuda Rakyat dan Gerwani,” kata Soeharto.
“Tidak mungkin oknum-oknum Angkatan Udara tidak ada hubungan dengan peristiwa ini... Saya berharap anggota patriot Angkatan Udara membersihkan anggota Angkatan Udara yang terlibat petualangan ini,” ujar Soeharto.
Api kebencian terhadap AURI sontak menyala. “Halim dianggap sebagai sarang G30S. Maka pada masa selanjutnya ini menjadi stigma AU,” kata Asvi.
Saat Suharto resmi berkuasa, AURI makin dikebiri. Banyak pesawatnya dilarang terbang dan pabrik roket ditutup. Angkatan Udara yang di masa Sukarno menjadi kekuatan tempur menggentarkan, praktis kehilangan daya.
Meluruskan sejarah
Malam jahanam G30S membuat AURI memasuki masa kelam. Politik merasuk, merusak. Angkatan Udara yang pernah jaya, jadi bulan-bulanan.
Dalam buku Menguak Misteri Sejarah, Asvi bercerita betapa mobil para personel Angkatan Udara ditabrak jip-jip Resimen Para Komando Angkatan Darat. Istri-istri anggota AURI yang berbelanja di pasar di luar Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma pun ikut diejek.
Jauh sebelum itu, KSAU Suryadi Suryadarma selalu mengingatkan agar Angkatan Bersenjata menjaga jarak dengan urusan politik. Suryadarma menyadari bahaya politik bagi militer sudah sejak Indonesia belum merdeka, saat dia masih bersekolah di Akademi Militer Kerajaan Belanda.
Oleh sebab itu Suryadarma menolak dwifungsi di tubuh Angkatan Bersenjata untuk mencegah makar dari dalam pemerintahan. Dwifungsi ini antara lain melingkupi perwakilan militer di parlemen, dan penempatan tokoh militer pada posisi penting institusi pelayanan publik.
Sikap Suryadarma itu bertentangan dengan Kepala Staf Angkatan Darat Jenderal Abdul Haris Nasution yang berpendapat militer harus punya wakil di badan legislatif. Nasution, sejak awal Indonesia merdeka, ingin agar militer dilibatkan dalam percaturan politik.
Dwifungsi yang ditentang Suryadarma menguat ketika dia tak lagi menjabat sebagai KSAU, menjalar ke tiap matra.
Dipinggirkan selama 30 tahun lebih, Angkatan Udara memecah hening. Mereka bergerak meluruskan sejarah. Buku Menyingkap Kabut Halim 1965 diterbitkan tahun 2000 atas prakarsa Perhimpunan Purnawirawan AURI.
Buku itu misalnya membantah ucapan Soeharto 35 tahun sebelumnya yang menyebut Halim bagian dari daerah Lubang Buaya. Basis G30S di Lubang Buaya, menurut penjelasan buku tersebut, merupakan sebuah desa di luar Pangkalan Angkatan Udara Halim Perdanakusuma yang berjarak 3,5 kilometer dari Markas Komando Operasi Halim.
Tudingan keterlibatan KSAU Omar Dhani dalam G30S juga dibantah dalam buku itu. Menyingkap Kabut Halim 1965 menegaskan, selama 16 tahun dipimpin Suryadi Suryadarma, AURI tak berpolitik. Sementara Omar Dhani selaku penerus Suryadarma tak melakukan apapun selain “Berdiri di belakang Pemimpin Besar Revolusi Bung Karno tanpa reserve.”
KSAU Omar Dhani terkena dampak pergolakan politik di akhir masa pemerintahan Sukarno. (Wikimedia)
|
Omar Dhani jadi korban karena sehari sesudah G30S, dia mengeluarkan Perintah Harian yang mengesankan AURI mendukung G30S.
Perintah Harian Omar Dhani berbunyi, “Gerakan 30 September untuk mengamankan dan menyelamatkan revolusi dan pemimpin besar revolusi terhadap subversi oleh CIA. Dengan demikian telah diadakan pembersihan dalam tubuh Angkatan Darat dari anasir-anasir yang didalangi subversif asing dan membahayakan revolusi. Angkatan Udara sebagai alat revolusi selalu menyokong tiap gerakan yang progresif revolusioner.”
Omar Dhani terperosok karena salah sangka. Dia mengira G30S sekadar konflik internal Angkatan Darat.
Upaya Angkatan Udara meluruskan sejarah dinilai Asvi berhasil, terbukti dengan ditunjuknya KSAU Djoko Suyanto sebagai Panglima TNI dan kemudian Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan, pada pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono.
Asvi berkata, “Rekonsiliasi (di tubuh TNI) sudah berlangsung. Stigma atas AU sudah habis terkikis.”
Kini setelah hantu masa lalu berhasil dihalau, Angkatan Udara Republik Indonesia ditantang untuk membangun kembali armada mereka.
SUMBER : CNN INDONESIA
|